Senin, 13 Januari 2014

pemijahan ikan Lele


 A.  Latar Belakang
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di Indonesia, jumlah kebutuhan pangan pun semakin meningkat.  Kesadaran masyarakat untuk memilih makanan yang begizi harus sejalan dengan jumlah ketersediaan bahan pangan yang ada, terutama kebutuhan sumber protein yang didapat dari hewan.  Ikan merupakan salah satu alternatif sumber protein tinggi dengan harga yang dapat dijangkau kalangan masyarakat dari golongan menengah kebawah sampai golongan menengah ke atas.

Ikan lele merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat.  Perkembangan ikan lele semakin meningkat setelah masuknya lele dumbo ke Indonesia sekitar tahun 1985.  Lele dumbo merupakan ikan hasil persilangan antara lele betina dari spesies Clarias fuscus dengan pejantan dari spesies Clarias mossambicus, memiliki sifat-sifat yang unggul, diantaranya pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan lele lokal.  Selain itu, ikan ini dapat dipijahkan sepanjang tahun dengan fekunditas telur yang tinggi, serta mampu hidup di lingkungan dengan kulaitas perairan yang buruk (Nasrudin, 2010).

Keunggulan dan kemudahan membudidaya ikan lele dumbo telah membuat pembudidaya tidak lagi memperhatikan kaidah-kaidah proses produksi benih yang baik, terutama dalam hal pemilihan induk.  Penggunaan induk lele dumbo yang tidak sesuai seperti adanya perkawinan sekerabat (inbreeding) yang terus menerus, menyebabkan penurunan kualitas genetik ikan lele dumbo. Akibatnya, benih yang dihasilkan tidak mampu memenuhi kebutuhan pangsa pasar yang ada karena ketersediaan yang tidak menentu serta kualitas yang menurun.

Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena permintaan ikan lele makin hari makin meningkat, dengan kualitas benih yang ada, tentu permintaan tidak dapat dipenuhi. Kalaupun bisa terpenuhi, benih yang dihasilkan tidak berkualitas.  Melalui Balai Besar Pengembangan Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, perbaikan dilakukan melalui silang balik (backcross) antara lele dumbo jantan generasi ke enam (F6) dengan lele dumbo betina tetuanya generasi ke dua (F2). Dari perkawinan ini dihasilkan lele strain baru yang diberi nama Lele Sangkuriang dan telah dirilis sebagai lele varietas unggul pada pertengahan tahun 2004 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (Nasrudin, 2010).

Untuk mengatasi kekhawatiran akan adanya penurunan kualitas induk seperti yang terjadi pada lele dumbo, diperlukan sumberdaya manusia yang terampil dan paham terhadap kaidah-kaidah produksi benih ikan yang baik, yaitu dengan memperhatikan kualitas induk dan teknik pemijahan yang efektif dan efisien.  Sehingga pasokan benih tercukupi, namun tetap memiliki jaminan kualitas yang unggul.

B.  Tujuan
Melalui praktikum ini, diharapkan mahasiswa mengerti dan paham pentingnya melakukan pembenihan ikan dengan cara yang baik dan benar, sehingga kuantitas dan kualitas benih tetap terjaga.



II. METODOLOGI


A.  Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan mulai tanggal 14 Maret 2013 sampai dengan selesai bertempat di Laboratorium Basah (wet lab) Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B.  Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat suntik (spuit), bak pemijahan, ember, serok, kakaban, pemberat, handuk, heater, mikroskop, sikat tembok kamera, cover glass, pipet tetes, golok, gergaji, dan stop kontak/terminal. Sedangkan bahan-bahan yang dipakai adalah induk ikan lele, pakan ikan (pellet dan keong mas), hormon ovaprim, garam ikan, dan air bersih.

C.  Cara Kerja
1.    Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan induk merupakan kegiatan memelihara induk yang akan digunakan agar benar-benar matang gonad dalam wadah yang terkontrol. Induk yang akan dipijahkan adalah ikan lele sangkuriang yang didatangkan dari BBPBAT Sukabumi melalui Balai Benih Ikan Metro, Lampung dan dari Saudara Suhendra Yudha.  Induk dari Metro dipelihara selama satu minggu, sedangkan dari saudara Suhendra tidak dilakukan pemeliharaan karena induk sudah siap pijah. Dalam pemeliharaan induk, bak yang digunakan sebanyak dua buah, dimana pemeliharaan antara indukan jantan dan betina dipisah.  Selama pemeliharaan, induk diberi makan keong mas pada pagi dan sore hari secara adlibitum.

Ciri-ciri induk jantan yang siap memijah adalah perutnya ramping, ukuran 500-800 gram dan papila berwarna  merah serta panjangnya melewati pangkal sirip anal.  Sedangkan pada induk betina perut besar dan lembek bila diraba, kloaka memerah dan membengkak, bila sekitar kloaka diurut akan mengeluarkan beberapa butir telur berwarna kuning.

2.    Persiapan Bak Pemijahan
Bak yang digunakan untuk memijahkan berukuran 2x4 m.  Sebelum diisi air, bak dibersihkan dan dikeringkan. Setelah bersih, bak diisi air bersih setinggi 20-25 cm, lalu didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya kakaban disusun didasar kolam sebanyak empat buah.  Kakaban berfungsi sebagai substrat tempat menempelnya telur.

3.    Pemberokan
Sebelum didatangkan, induk sudah diseleksi dari sumber induk diperoleh.  Sehingga, setelah masa pemeliharan yang harus dilakukan sebelum pemijahan adalah pemberokan atau pemuasaan.  Pemberokan dilakukan di bak pemeliharaan selama satu hari.  Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan lemak yang ada pada gonad yang akan menghambat pengeluaran telur, selain itu pemberokan juga bertujuan untuk memudahkan membedakan induk yang perutnya besar akibat pakan atau karena gonad. 

4.    Pemijahan
a.    Secara Alami (Natural spawning)
Pemijahan secara alami dilakukan tanpa menggunakan hormon perangsang, sehingga induk yang harus dipijahkan adalah induk yang benar-benar matang gonad. Pemijahan dilakukan dengan rasio perbandingan betina dan jantan sebanyak 1 : 1. Induk dimasukkan ke dalam bak pemijahan pada sore hari menjelang petang, dan diharapkan akan memijah pada malam hari.  Ikan lele menyukai kondisi yang gelap, sehingga didalam ruangan lampu tidak dihidupkan.

b.   Semi Alami (Induce spawning)
Pemijahan semi alami pada dasarnya hampir sama dengan pemijahan alami, perbedaannya terdapat pada penyuntikan hormon.  Akan tetapi, setelah penyuntikan induk dilakukan tidak dilakukan pengurutan pada betina, melainkan induk jantan dan betina disatukan dalam bak pemijahan. Penyuntikan ini bertujuan untuk merangsang pematangan gonad, dan dilakukan pada induk jantan dan betina. Menurut Subagja (2010), dosis yang direkomendasikan untuk penyuntiksn induk betina adalah 0,6-0,75 ml/Kg induk, sedangkan untuk induk jantan adalah ,5 ml/Kg induk. Pada praktikum ini, penyuntikan dilakukan pada siang hari, kemudian induk dikembalikan ke bak pemeliharaan.  Setelah itu, pada sore harinya induk jantan dan betina disatukan dalam bak pemijahan berukuran 2x4 m.  Diharapkan pada malam harinya ikan dapat memijah.

5.    Penetasan Telur
Setelah induk memijah, induk diangkat dan dikembalikan ke bak pemeliharaan. Selanjutnya kakaban di apungkan dengan membalikkan kakaban, sehingga lapisan kakaban yang ditempeli telur berada dibagian bawah. Hal ini bertujuan agar telur mendapat suplai oksigen, karena permukaan air merupakan tempat masuknya oksigen ke dalam air.


IV. PEMBAHASAN

Selama praktikum, dilakukan pemijahan sebanyak empat kali, tiga kali secara alami dan satu kali semi alami dengan induk sebanyak enam pasang. Pemijahan pertama dilakukan dengan menggunakan induk yang diperoleh dari BBI Metro, dan setelah semalam disatukan, induk tidak memijah.  Dengan induk yang sama, kami coba lagi dengan menyuntikan hormon ovaprim.  Setelah disatukan, keesokan harinya induk tidak memijah.

Karena induk dari Metro gagal memijah, maka didatangkan kembali induk lele dsri saudara Suhendra.  Induk yang didatangkan sudah diseleksi terlebih dahulu, sehingga setelah datang ikan langsung dipasangkan pagi itu juga. Setelah dipasangkan, siang harinya induk sudah memijah. selanjutnya induk tersebut dikembalikan di bak pemeliharaan dan kakaban diapungkan. Berdasarkan pengamatan embrio, telur-telur tersebut menetas setelah 18-24 jam. Namun, berbeda dengan kondisi telur yang ada di bak pemijahan, telur-telurnya justru berwarna putih susu, dan ini menandakan bahwa telur gagal menetas.

Pada pemijahan yang ke empat, induk didatangkan dari saudara Suryo yang menurut informasi berasal dari Metro. Induk tersebut sebanyak sepasang, dan dipijahkan dengan memasangkannya pada sore hari.  Keesokan harinya, ikan sudah bertelur dan induk segera dipindahkan. Setelah 24 jam setelah bertelur, larva ikan sudah mulai nampak, namun pada hari ke dua setelah menetas larva mati.

Dari beberapa prcobaan pemijahan yang dilakukan, kesemuanya mengalami kegagalan, baik pada saat pemijahan, penetasan atapun perawatan larva.  Pada pemijahan pertama dan kedua, diduga induk belum siap pijah, dan stress. Terlihat dari kondisi induk betina yang kurus dan sirip gripis.  Sehingga meskipun telah dirangsang dengan hormon ovaprim, ikan tetap tidak mau memijah.

Pada pemijahan ke tiga, induk sudah bertelur, namun gagal saat penetasan.  Hal ini diduga akibat kualitas air yang tidak sesuai standar, terutama temperatur dan kelarutan oksigen. Rendahnya temperatur air akibat tidak adanya cahaya yang masuk ke dalam ruangan.  Untuk mengantisipasi kondisi ini, dapat menambahkan aerasi dan heater.

Selanjutnya pada pemijahan yang ke empat, ikan bertelur dan untuk mengoptimalkan suhu, telah ditambahkan penghangat.  Secara visual, yaitu dengan mengamati warna telur, diperkirakan sekitar 50 % telur menetas. Namun setelah satu hari menetas larva mati semua. Permasalahannya hampir sama dengan pemijahan ke tiga meski telah ditambahkan heater.  Akan tetapi, secara keseluruhan permasalahan timbul dari kondisi tempat pemijahan yang kurang ideal, tidak ada sumber cahaya, kondisi lembab yang memicu timbulnya penyakit, serta kurangnya respon dari praktikan terhadap kondisi tempat tersebut.  Pada kondisi lembab dan tidak ada sinar matahari, bak pemijahan bisa kering namun tidak menjamin bahwa bibit penyakit mati akibat pengeringan.

Permasalahan diatas dapat diselesaikan dengan memanipulasi tempat memijah. Bisa dengan penambahan heater, bila satu tidak cukup dapat dilebihkan, bisa dengan menambahkan aerasi untuk suplai oksigen atau dapat pula menambahkan lampu pijar yang bisa dihidupkan 24 jam selama penetasan telur agar suhu optimal. Selain itu, untuk memastikan bak pemijahan sudah steril, maka dapat dilakukan pengapuran, atau dengan menyemprotkan bahan desinfeksi lain ke dinding dan dasar bak.

Untuk kedepannya, apabila ingin melakukan usaha pembenihan maka kondisi tempat pemijahan seperti diatas tidak direkomendasikan. Hal ini merupakan pelajaran berharga bagi kami selama praktikum.  Setidaknya banyak pengalaman yang bisa didapat dan bisa menjadi bahan pembelajaran bagi kami untuk terus menggali informasi terkait teknik budidaya ikan lele yang baik dan benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar